Jakarta – Bareskrim Polri membongkar sindikat pembobolan rekening dormant (rekening pasif) bank BUMN di Jawa Barat dengan nilai fantastis Rp 204 miliar. Uang itu digasak hanya dalam waktu 17 menit lewat 42 kali transaksi.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengungkap, komplotan ini beraksi sejak Juni 2025 dengan modus menyamar sebagai Satgas Perampasan Aset. Mereka membagi peran dalam tiga klaster: pegawai bank, eksekutor pembobolan, dan pencuci uang.

Begini Modusnya
Sindikat bertemu dengan kepala cabang pembantu bank pelat merah di Jawa Barat. Lewat ancaman terhadap keluarga, kepala cabang akhirnya menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller kepada eks teller yang jadi eksekutor.
Dengan akses ilegal itu, para pelaku memindahkan Rp 204 miliar dari rekening dormant ke lima rekening penampungan, hanya dalam 17 menit.
Peran Para Tersangka
-
Klaster Bank
-
AP (50): kepala cabang, memberi akses core banking.
-
GRH (43): consumer relation manager, penghubung sindikat dan kepala cabang.
-
Klaster Pembobol
-
C (41) alias Ken: otak sindikat, mengaku Satgas Perampasan Aset.
-
DR (44): konsultan hukum, melindungi kelompok.
-
NAT (36): eks pegawai bank, eksekutor transfer ilegal.
-
R (51): mediator, mengenalkan pembobol ke kepala cabang.
-
TT (38): fasilitator keuangan ilegal.
-
Klaster Pencucian Uang
-
DH (39) alias Dwi Hartono: membantu pemindahan dana terblokir.
-
ES (60): siapkan rekening penampungan.
Dalam konferensi pers, sembilan tersangka dihadirkan dengan baju tahanan oranye. Gunungan uang Rp 204 miliar ikut dipamerkan sebagai barang bukti.

Jeratan Hukum Berat
Kesembilan tersangka dijerat pasal berlapis, antara lain:
-
UU P2SK (ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar).
-
UU ITE (ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta).
-
UU Transfer Dana (ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar).
-
UU TPPU (ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar).
Cuci Uang dengan Skema Rumit
PPATK mengungkap, uang hasil bobol rekening dormant dicuci lewat skema u-turn dan smurfing. Uang dipindah ke berbagai rekening nominee, ditarik lewat dompet digital hingga jasa remitansi, lalu digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Modusnya berlapis, sampai layer ketiga. Ada pecah dana, putar balik (u-turn), hingga ditarik lewat fintech dan remittance,” jelas Sekretaris Utama PPATK, Irjen Pol Alberd T.B. Sianipar.
Peringatan untuk Masyarakat
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, rekening dormant rawan disalahgunakan, terutama milik nasabah yang sudah tidak aktif atau meninggal dunia. PPATK bahkan pernah membekukan sejumlah rekening dormant demi perlindungan nasabah.
Kejaksaan Agung menekankan, kasus ini bisa menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, sehingga harus diusut tuntas sampai ke akar.
Polisi mengimbau masyarakat untuk rutin memantau rekening masing-masing agar tidak menjadi korban. “Kami terus kembangkan kasus ini, karena rekening dormant memang rawan dimanfaatkan pelaku kejahatan,” tegas Brigjen Helfi.